Hukuman dalam nuansa pendidikan

Pendidikan tanpa disiplin adalah liar, sedangkan disiplin tanpa Hukuman adalah Omong Kosong
#By_Oky_Rachmatulloh

Dulu kami sering medengar kalimat ini dari Bag Kemanan Pusat di Gontor. Pada awalnya kami mengira itu hanya alasan mereka untuk membenarkan tindakan mereka menghukum kami, meskipun dalam hati kecil kami, kami-pun mengakui bahwa kalimat diatas ada benarnya. Hukuman dalam dunia pendidikan MUTLAK adanya. Bukan sekedar sebagai sarana pelepasan amarah, tapi lebih dari itu adalah untuk menunjukan bahwa kualitas disiplin di sebuah lembaga pendidikan itu masih terjaga dan peraturan yang dibuat dilaksanakan dengan sepenuhnya. Maka yang menghukum dan yang dihukum sekalipun harus terikat disiplin yang ada. Hukuman yang ditegakkan harus dalam sarana mengingatkan dan meluruskan. Kalau di jewer saja bisa mengingatkan, maka kenapa harus dicubit? Jika dicubit saja bisa meluruskan, maka kenapa harus dipukul?? Jika dipukul saja bisa member peringatan kenapa harus dipindahkan sekolah? Jika pindah sekolah tidak mampu meluruskan dan mengingatkan, baru kita bisa ambil kesimpulan bahwa santri tersebut memang tidak punya I’tikad baik, tidak punya keikhlasan dalam belajar, tidak punya hasrat untuk menuntut ilmu. Sekolah di luar barangkali lebih pantas baginya…

Dulu ada Guru Gontor guru yang materi ajarnya adalah MARAH, dia bikin konsep marahnya di buku persiapan mengajar. Tentu saja dianggap unik cara mengajarnya, tapi tak urung hal ini menimbulkan respek Guru-Guru senior di Gontor. Marah saja harus dengan persiapan.

Tapi ada juga beberapa kesalahan yang dinilai besar di Gontor, sehingga pelakunya akan langsung di usir dari pesantren. Diantaranya adalah : berkelahi, berhubungan dengan wanita, korupsi, atau melecehkan Agama. Hal-hal tersebut tidak bisa ditolak akan menjadi penyakit yang membahayakan kehidupan sosial di pesantren. “Su’ul khuluqi Yu’dzi” (Keburukan Akhalq itu melular). Ini yang ingin dicegah, ini yang ingin dibereskan oleh pesantren. Jadi pengusiran santri-pun, mengandung pendidikan. Maka itu jika Kyai Ridho akan pengusiran itu (pengsurian dimaksudkan untuk member kesempatan santri menemukan dirinya di luar), maka Insya Allah keberkahan akan senantiasa ada pada diri santri itu. EMHA AINUN NADJIB contohnya, dia diusir pada kelas 3 KMI, namun karena dia ikhlas dan Kyai juga Ridho, maka Alhamdulillah hidupnya juga enak dan membawa manfaat. Tapi sebaik-baiknya santri tentu saja adalah : yang menyelesaikan pendidikannya di Gontor, Kyai Ridho akan syahadah (persaksian) yang diberikan, dan santri Ikhlas menerimanya…Insya Allah….

Komentar