Sultan Nuruddin Zanky dan penggali makam Nabi

Sultan Nuruddin Zanky dan penggali makam Nabi
Pada sekitar tahun 557 H (1135 M), Sultan Nuruddin Zanky bermimpin melihat Rasulullah, pada saat itu Rasulullah menunjuk ke dua pria berambut pirang dan berkata: “Selamatkan aku, selamatkan aku dari dua orang ini."

Sultan Nuruddin Zanky terbangun ketakutan, lalu berwudhu dan berdoa kemudian tidur lagi, lalu dia melihat mimpi yang sama lagi dan melakukan hal yang sama. Setelah tiga kali bermimpi yang sama, Sultan pun bangun dan merasa ini mimpi serius dan beliau berkata, “Tidak ada tidur lagi!”

Sultan memiliki seorang menteri bernama Sheikh Jamal al-Din al-Mawsili, menteri dipanggil ke Istana dan diberi tahu dia apa yang terjadi padanya.  Sheikh menteri pun mengatakan, “Pergilah sekarang ke kota Nabi, jangan ceritakan mimpi anda kepada siapapun”. Akhirnya Sultan berangkat Madinah dan ditemani oleh Menteri Jamal Al-Din.

Ketika penduduk Madinah mengetahui kedatangan Sultan Buruddin Zenky, mereka berkumpul di masjid Nabawi dan saat itu sheikh al-Mawsili mengumumkan di atas mimbar bahwa Sultan datang dari Damaskus untuk ziarah ke makam Rasulullah dan membawa kepingan emas yang sangat banyak untuk dibagikan kepada penduduk Madinah. Sheikh al-Mawsili meminta seluruh penduduk untuk mendaftarkan seluruh anggota keluarganya guna mendapatkan hadiah dari Sultan langsung.

Setiap warga yang menerima hadiah diperhatikan oleh Sultan, sampai habis penduduk mendapatkan hadiah, tidak satupun ada wajah yang dia lihat dalam mimpi.

Sultan menanyakan adakah diantara penduduk yang belum mendapatkan hadiah, penduduk menjawab sepertinya semua sudah mendapatkan hadiah. “Coba lihat-lihat lagi, mungkin ada yang belum dapat”, kata Sultan.

Tiba-tiba seorang penduduk mengataka, “Sepertinya semua sudah mendapatkan hadiah Sultan, kecuali dua orang dari Magrib. Mereka orang kaya dan saleh, mereka suka mendermakan hartanya kepada orang yang butuh”.

Sultan pun senang, “Bawa mereka kesini”, kata Sultan.

Kedua orang itupun datang menhadap Sultan. Dari jauh Sultan sudah mengenali mereka, “Bener ini orang yang ku lihat dalam mimpi!”, kata Sultan.

“Dari mana asal kalian?”, kata Sultan.

“Kami dari negeri Maghrib, Tuanku”. 

“Jujur kalian!”

“Benar Tuanku, kami datang kesini untuk berhaji. Setelah haji kami memilih untuk menetap sebentar di kota Nabi sebelum kembali ke Magrib. 

“Dimana rumah kalian?’, kata Sultan

Mereka menjawab rumahnya dekat masjid Nabawi, bahkan dekat dengan makam Nabi. Penduduk Madinah memuji mereka, karena mereka selain terkenal dermawan juga terkenal rajin puasa, rajin ziarah ke Baqi dan ziarah ke makam Nabi.

Akhirnya Sultan menyuruh tentara untuk menangkap kedua orang itu dan Sultan berangkat ke rumah mereka. Sultan pun masuk ke rumah itu, namun tidak ditemukan apa-apa yang mencurigakan. Tiba-tiba mata Sultan tertuju kepada sebuah karpet merah, dan diangkatlah karpet itu, ternyata ada pintu di bawahnya yang menuju ke terowongan ke arah makam Nabi.

“Jujur siapa kalian?”, kata Sultan. Mereka bersikeras mengakui orang Magrib yang pergi haji. Namun tentara yang disuruh introgasi tidak pernah “ask them nicely”, dihajar lah dua orang itu sampai akhirnya mereka mengakui bahwa mereka orang Kristen yang menyelinap bersama jamaah haji Magrib untuk mencuri jasad Nabi Muhammad. Besar kemungkinan kedua orang itu adalah anggota Knight of Templar atau Knights Hospitaller.

Mendengar pengakuan mereka Sultan Nuruddin Zenki terduduk menangis, dan menyuruh tentaranya untuk memenggal kedua orang itu.

Tidak hanya itu, Sultan juga memerintahkan tentaranya untuk menutup terowongan itu dan menggali parit di sekitar kamar Nabi untuk kemudian dicor dengan timah agar tidak ada yang bisa menggali terowongan lagi ke makam Nabi Muhammad.

Sultan Mahmud Nuruddin Zenki adalah Sultan yang suatu hari terlihat sangat serius berdoa di atas gunung Qasiun di Damascus, saat itu tentara Salib sudah sampai ke Homs, sekitar 150 kilometer dari Damascus. Para prajurit melihat Sultan mereka shalat dua rakaat, kemudian melumuri mukanya dengan tanah sambil berdoa, diantara doa yang beliau ucapakan adalah, “Ya Allah, bantulah Agamamu, jangan bantu Mahmud! Siapa Mahmud anjing itu sehingga harus Engkau bantu! Ya Allah….”

Ref: Kitāb al-rawḍatayn fī akhbār al-dawlatayn al-Nūriyya wa-l-Ṣalāḥiyya, Abū Shāma Shihāb al-Dīn al-Maḳdisī.

Komentar