Kisah A'raby dan Rasulullaah "Ya karim, ya Karim.."

Dikisahkan, bahwasanya di waktu Rasulullah SAW sedang asyik bertawaf di Kabah beliau mendengar ada seseorang di hadapannya bertawaf dan berzikir penuh kekhusuaan. Ia tidak memperhatikan orang-orang sekitarnya yang saling besenggolan orang itu tetap khusus berzikir dengan mengucapkan “Ya Karim... Ya Karim.
Di saat bersamaan baginda Rasulullah SAW sedang melakukan ibadah haji juga. Beliau terkesan dengan seseorang yang fokus dengan zikirnya di depan Ka’bah dan Rasulullah SAW menirunya mengucapkan “Ya Karim! Ya Karim!”.

Mendengarkan ucapannya ditiru, seseorang yang sedang khusus berzikir itu Ialu berhenti dan menaat ke salah satu Kabah. Ketika itu ia masih mengacuhkannya dan melanjutkan zikirnya lagi dengan khusus dengan masih membaca  “Ya Karim... Ya Karim...”

Rasulullah SAW yang mengetahui bawah orang yang sedang diikuti zikirnya itu sedikit mengusiknya namun Rasulullah tetap melanjutkan zikirnya yang sama dengan seorang Arab Badwi tadi yang membaca “Ya Karim..Ya Karim...”

 Karena merasa seperti diolok-olokkan akhirnya seseorang itu menoleh ke belakang untuk yang kedua kalinya, kali ini ia menegurnya dan menyampaikan kenapa mesti mengikuti zikir yang dibacanya. Ia ingin mempermasalahkan lebih jauh terhadap orang itu atas tindakannya karena melihat seseorang dibelakangnya itu memiliki penmpilan yang berbeda dengan orang-orang di sekelilingnya akhirnya ia tidak mempermasalahkannya dan hanya cukup mengatakan.

“Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokkanku,karena aku ini adalah orang Arab Badwi? Kalaulah bukan kerana ketampananmu dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah.”

Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah SAW tersenyum, lalu bertanya. “Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?”.

“Belum,” jawab orang itu.

Lanjut Rasulullah kepada orang Arab Badwi itu.  “Jadi bagaimana kau beriman kepadanya?” tanya Rasulullah.

 “Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya, sekalipun saya belum pernah bertemudengannya,” kata orang Arab Badwi itu lagi.

 Mendengar perkataan yang penuh ke imanan dari mulut orang Arab Badwi itu Rasulullah SAW pun berkata lagi kepadanya. “Wahai orang Arab! Ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat,”

Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya.“Tuan ini Nabi Muhammad?”

“Ya” jawab baginda Rasululla . lalu orang itu segera tunduk untuk mencium kedua kaki Rasulullah. Melihat hal itu, Rasulullah menarik tubuh orang Arab itu, seraya berkata kepadanya. “Wahai orang Arab! janganlah berbuat serupa itu. Perbuatan seperti itu biasanya dilakukan oleh hamba sahaya kepada juragannya, Ketahuilah, Allah mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabbur yang meminta dihormati, atau diagungkan, tetapi demi membawa berita.

Ketika itulah, Malaikat Jibril a.s. turun membawa berita dari langit dia berkata: “Ya Muhammad! Tuhan As-Salam mengucapkan salam kepadamu dan bersabda: “Katakanlah kepada orang Arab itu, agar dia tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahawa Allah akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar!” Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi .

Maka orang Arab itu pula berkata: “Demi keagungan serta kemuliaan Tuhan, jika Tuhan akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengannya!” kata orang Arab badwi itu.

 “Apakah yang akan engkau perhitungkan dengan Tuhan?” Rasulullahbertanya kepadanya. ‘Jika Tuhan akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, makahamba akan memperhitungkan betapa kebesaran maghfirahnya,” jawab orang itu.

 “Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa keluasan pengampunan-Nya. Jika Dia memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa kedermawanannya!”

Mendengar ucapan orang Arab Badui itu, maka Rasulullah  pun menangismengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab Badui itu, air mata beliau meleleh membasahi Janggutnya. Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata:“Ya Muhammad! Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu, dan bersabda.

 “Berhentilah engkau dari menangis! Sesungguhnya karena tangismu, penjaga Arasy lupa dari bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga la bergoncang. Katakan kepada temanmu itu, bahwa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan memperhitungkan kemaksiatannya. Allah sudah mengampuni semua kesalahannya dan la akan menjadi temanmu di syurgananti!”. Betapa senangnya orang Arab badwi itu, mendengar berita tersebut. la Ialu menangiskarena tidak berdaya menahan keharuan dirinya.

هذه القصة والتى تروى عن اعرابى من شدة حبه للرسول ولم يره وشدة ايمانه ومن شدة خشيته وهاهو يحاور النبى صلى الله عليه وسلم الى ان بكى الرسول وابتلت لحيته من البكاء واليكم نص الحوار :-
بينما النبي عليه الصلاة والسلام في الطواف اذ سمع اعرابي يقول :يا كريم ..
فقال النبي خلفه ::يا كريم ..
فمضى الاعرابي الى جهة (( الميزاب )) وقال :: ياكريم ..
فقال النبي ::يا كريم ..
فالتفت الاعرابي الى النبي وقال:: يا صبيح الوجه , يارشيق القد , اتهزأ بي لكوني اعرابي؟
والله لولا صباحة وجهك ورشاقة قدك لشكوتك لحبيبي محمد صلى الله عليه وسلم ..
فتبسم النبي وقال :: اما تعرف نبيك يااخا العرب ??
قال الاعرابي :: لا
فقال النبي:: فما ايمانك به ؟
قال :: امنت بنبوته ولم اره وصدقت برسالته ولم القه ..
فقال عليه السلام ::يا اعرابي اعلم اني نبيك في الدنيا وشفيعك في الاخره ..
فاقبل الاعرابي يقبل يد الرسول عليه الصلاة والسلام
فقال عليه السلام :: مه يا اخا العرب لا تفعل بي كما تفعل الاعاجم بملوكها , فان الله سبحانه وتعالى بعثني لا متكبرا ولا متجبرا بل بعثني بالحق بشيرا ونذيرا
فهبط جبريل على النبي وقال له ::يا محمد ... السلام يقرئك السلام ويخصك بالتحية والاكرام
ويقول لك قل للاعرابي :: لا يغرنه حلمنا ولا كرمنا , فغدا نحاسبه على القليل والكثير والفتيل والقطمير ..
فقال الاعرابي ::اويحاسبني ربي يا رسول الله؟
فقال :: نعم يحاسبك ان شاء ..
فقال الاعرابي :: وعزته وجلاله لان حاسبني لاحاسبنه ..
فقال عليه الصلاة والسلام :: وعلى ماذا تحاسب ربك يا اخا العرب ؟
فقال :: ان حاسبني ربي على ذنبي حاسبته على مغفرته وان حاسبني على معصيتي حاسبته على عفوه وان حاسبني على بخلي حاسبته على كرمه ..
فبكى النبي حتى ابتلت لحيته
فهبط جبريل عليه وقال :: يامحمد ... السلام يقرئك السلام
ويقول لك ::قلل من بكائك فلقد الهيت حملة العرش عن تسبيحهم
وقل لاخيك الاعرابي :: لا يحاسبنا ولا نحاسبه فانه رفيقك في الجنه ..

Kisah pertemuan antara seorang Arab Badwi dengan Rasulullah SAW itu memberikan pelajaran bahwa ampunan Allah begitu besar. Dan selalu yakin bahwa sebesar apapun dosa yang kita lakukan Allah pasti mengampuninya asal kita mau minta ampun kepada Allah dengan tidak mengulangi perbuat yang dilarangnya. Mengenai hal ini telah Allah SWT sampaikan Surat Al-Hikmah  Ayat 29 yang artinya “Janganlah membesarkan dosa (dengan suatu) kebesaran (tertentu) di sisimu, (sedemikian rupa sehingga) menghalangimu dari berprasangka baik kepada Allah Ta'ala; karena sesungguhnya barangsiapa mengenal Rabb-nya, maka ia akan menganggap kecil dosanya di sisi kemuliaan-Nya.”

Manusia adalah tempat salah dan khilaf dalam arti yang sesungguhnya, yang dipasangkan dengan sifat Allah yang hadir dengan sifat Cinta Kasih dan Penuh Pemaafan. Allah Ta’ala hadir dengan sifat Cinta Kasih, lagi Maha Pengampun. Itu adalah pasangannya. Manusia sebagai tempat berbuat salah, dan Allah dengan sifat Cinta Kasih-Nya. Allah Ta’ala adalah Dzat yang mencintai kepemaafan. Di antara kita, wajib saling berwasiat. Jika Allah Maha Pemaaf, maka kita sebagai insan pun mesti pemaaf juga.

“Hai Anak Adam, selama kalian berdoa dan berharap kepada-Ku, niscaya Aku akan memberikan ampunan kepada kalian atas semua dosa yang kalian lakukan tanpa Kupedulikan. Hai Anak Adam, seandainya dosa-dosamu mencapai ketinggian langit, kemudian kalian memohon ampun kepada-Ku, niscaya Aku akan mengampuni semua dosa yang telah kalian lakukan tanpa Kupedulikan. Hai Anak Adam, seandainya kalian datang kepada-Ku dengan membawa dosa-dosa sepenuh bumi, kemudian kalian datang kepada-Ku tanpa mempersekutukan Aku dengan sesuatu pun, niscaya Aku akan datang dengan membawa ampunan sepenuh bumi.” — H.R. At-Tirmidzi

Komentar