Tuhanmu di Bawah Telapak Kakiku

Pada suatu hari Syeh Abdul Qadir didatangi oleh beberapa pemuka agama dari kota Baghdad. Mereka mengajak beliau untuk berkumpul dalam suatu majlis. Beliau tidak berkenan hadir, namun mereka berdalih ingin mendapatkan barokah. Dengan berat hati beliau mengiyakan.

Pada hari yang ditentukan Syeh Abdul Qadir Al-Jailani duduk di dalam majlis. Majlis tersebut diselenggarakan di ruang yang terbuka. Beliau menyaksikan dari satu sudut orang-orang beribadah, ada yang sholat, ada yang bermudzakarah, bertafakur serta yang lainnya. Beliau hanya berdiam diri dan terus menyaksikan gelagat orang-orang tersebut.

Pada pertengahan malam, pihak panitia meminta syeh abdul qadir al-jailani memberikan tausyiah dihadapan para jama’ah. Beliau menolak permintaan tersebut. namun para panitia terus mendesak dengan dalih guna mendapatkan barokah dari sang syeh al-auliya. Dengan berat hati syeh Abdul Qadir bersedia menerima tawaran tersebut.

Tak disangka dan tak terduga, sang sulthonul auliya’ hanya memberikan sedikit tausyiah, yang dimana isinya :

“Tuan-tuan dan hadirin sekalian. Tuhan tuan-tuan sekalian ada di telapak kaki saya.”

Mendengar kata-kata dari Syeh Abdul Qadir, para hadirin sontak terkejut dan nampak muncul amarah di wajah mereka. Mereka berasumsi bagaimana bisa tuhan yang mereka sembah berada di kaki serta bagaimana mungkin seorang syeh yang terkenal dengan kewarakannya berbicara seperti itu. Keadaan pada malam itu menjadi riuh dan tidak terkendali.

Mereka bersepakat melaporkan perkara tersebut kepada pemerintah. Apabila pemerinta mengadili dan tuduhan yang dajukan benar adanya, maka syeh Abdul Qadir Al-Jailani akan mendapatkan hukuman pancung.

Pada hari pengadilan dihadapan para jamaah yang tersinggung, hakim membuka pertanyaan yang pertama, “Tuan Syeh. Apakah benar tuan mengatakan bahwasanya tuhan mereka berada di bawah tapak kaki tuan?”. Syeh Abdul Qadir begitu tenang menanggapi pertanyaan hakim, “Ya benar saya berkata demikian.” Pertanyaan kedua kembali dilontarkan oleh hakim, “sebab apa tuan berkata demikian?”. “jikalau anda ingn tahu silahkan lihat dibawah telapak kaki saya.”

Hakim pun menyuruh ajudannya mengangkat kaki syeh Abdul Qadir. Ternyata ada uang satu koin dinar dibawah kaki syeh. Koin tersebut disaksikan dengan seksama oleh hakim. Hakim sadar bahwa Syeh Abdul Qadir adalah seorang wali.

Dari situ hakim mampu menarik kesimpulan bahwasanya syeh Abdul Qadir hendak menyampaikan pesan, bahwa orang –orang yang beribadah pada malam itu tidak beribadah kepada Allah. Allah tidak hadir dalam hati mereka. Mereka beribadah guna kepentingan dunia yang dilambangkan uang satu dinar tersebut.

jadi sahabat-sahabati semua, hendaknya kita sadar bahwa kita wajib menata kembali niat kita dalam beribadah. Kita musti memastikan, untuk apa kita beribadah, hanya mengaharap ridho Allah. sebagaimana Allah berfirman “Dan telah kuciptakn manusia dan jin hanya untuk menyembah kepada-Ku”. Tutupi amal kebaikan kita sebagaimana kita menutupi aib kita sendiri. Semoga bermanfaat.

Komentar